• IsBN : 978-602-8591-07-2
Pedoman Umum
Standar Operasional Prosedur (SOP)
BUDIDAYA
Cabai Rawit
e
.
.
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura
Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka .
2009


TIM PENYUSUN :
Dr. Ir. Yul H. Bahar
Dr. Ir. Ani Andayani, MAgr Ir. Yogawati Dwi Agustini Ir. M. Tahir, MP
Ir. lrwan Adam
Enung Hartati Suwarno, SP Popy Suryani S, SKom Adityo Utomo, SE
Jamin Waludin
Ir. Sri Suwartini, MMA lr.Sugiastuti, MMA
Ir. Widagdo Hendaruddin Ambyah, SP
Gatot Mangunsidi
M. Arif Budiman
Ir. Baswarsiati, MS
M. Tohir Arroyni, SP Lailatul Komariah Sumarni, SP
Ir. Rossana Tri K, MM
Ulfie Zulfiqar Praji Sutriyono Agus Sunyoto Sukoco Mudjijo
Mohammad Saleh Herman W Ghufron
PENYUNTING
Ir. M. Tahir, MP
Diterbitkan Oleh :
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura
Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran Dan Biofarmaka 2009


KATA PENGANTAR
Menghadapi permintaan konsumen dan persaingan pasar, penerapan budidaya cabai rawit secara komersial perlu dilakukan sesuai prosedur yang dianjurkan agar menghasilkan produk aman konsumsi, bermutu dan ramah lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) berdasar spesifikasi lokasi dengan mengacu pada Permentan No. 48/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (GAP for Fruit and Vegetables).
Buku Standar Operasional Prosedur (SOP) Cabai Rawit ini disusun sebagai pedoman bagi petugas / penyuluh / kelompok tani / petani dalam menyusun SOP Cabai Rawit sesuai spesifik lokasi dimana pelaku usaha akan berbudidaya cabai rawit.
Meskipun telah diupayakan semaksimal mungkin dalam penyusunan buku ini, kami tetap menampung kritik dan saran untuk perbaikannya dari para pembaca yang budiman. Mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pelaku yang terkait dalam agribisnis cabai rawit.

Jakarta, Nopember 2009 Direktur

DAFTAR ISi
Halaman
TIM PENYUSUN .........................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................... ii
DAFTAR ISi................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................... v
I. PENDAHULUAN........................................................................ 1
II. TARGET.................................................................................... 2
Ill. KEGIATAN................................................................................. 2
STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE
I. PENYEDIAAN BENIH................................................................. 4
II. PERSIAPAN LAHAN................................................................. 9
Ill. PENANAMAN.......................................................................... 14
IV. PENGAIRAN............................................................................ 17
V. PEMUPUKAN.......................................................................... 20
VI. PEMASANGAN AJIR............................................................... 23
VII. PEREMPELAN/WIWIL.............................................................. 26
VII.PENGENDALIAN OPT............................................................ 28
IX. PANEN.................................................................................... 58
X. PASCAPANEN......................................................................... 61



DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Penyiapan bibit Cabai Rawit ........................................
8
Gambar 2
Persiapan Lahan ..........................................................
9
Gambar 3
Persiapan Lahan ..........................................................
11
Gambar 4
Penanaman Cabai Rawit ............................................
14
Gambar 5
Pemasangan Ajir .........................................................
23
Gambar 6
Panen Cabai Rawit .....................................................
58
Gambar 7
Panen Cabai Rawit ....................................................
58
Gambar 8 Cabai Rawit yang telah dipanen......................................... 62

Standar Operasional Prosedur Budidaya Cabai Rawit

I. PENDAHULUAN

0-1000 m di atas permukaan laut di daerah bersuhu 26 - 280 C, curah
hujan 1.000-3.000 mm/tahun pada zona sekitar katulistiwa (0-100 LU/LS). Kondisi tanah secara umum harus subur ber pH 6,0-7,0 berstruktur remah/ gembur, peresapan air dan sirkulasi udara lancar. Untuk menghindari timbulnya berbagai masalah dalam budidaya cabai rawit, terutama terhadap keamanan produk dan lingkungan, perlu dilakukan usaha budidaya yang baik. Dengan upaya-upaya yang dilakukan secara baik ini diharapkan usaha budidayanya dapat dilakukan secara berkelanjutan dan produknya aman untuk konsumsi.

on-farm sampai penanganan pasca-panen sesuai dengan GAP (Good Agriculture Practices) yang dianjurkan.

Dokumen SOP ini bersifat umum dan diharapkan dapat dikembangkan/disusun disetiap daerah pengembangan sesuai dengan spesifik lokasi.
II. TARGET
Target yang akan dicapai dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya ini adalah tercapainya produksi/hasil optimal, mutu produksi sesuai permintaan pasar, dengan target produktivitas yang akan dicapai adalah 12-17 ton/ha (non hibrida) dan 20-30 ton/ha (hibrida).
II. KEGIATAN
Peningkatan produksi dan mutu cabai rawit memerlukan tata kelola budidaya yang meliputi perbaikan manajemen serta aplikasi budidaya dari pra-panen sampai dengan pasca panen. Tanpa meninggalkan kearifan lokal dalam aplikasi budidaya pra-panen, perlu mempertimbangkan berbagai inovasi yang memungkinkan kegiatan manajemen lapangan yang lebih menguntungkan, seperti menggunakan mulsa plastik hitam perak.
Tanaman cabai rawit dapat beradaptasi luas mulai dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi, tergantung dari varietas yang digunakan. Untuk memperoleh hasil buah yang optimal, selain dengan menggunakan varietas yang jelas, memiliki keunggulan mutu seperti tahan terhadap OPT, produktivitas tinggi, juga perlu diperhatikan penerapan teknologi budidaya yang baik.



Kegiatan budidaya yang dinilai berkaitan erat dengan tujuan dan target yang ditetapkan, adalah pemeliharaan, pemupukan, pengairan, pengendalian OPT, panen dan penanganan pasca panen.
Varietas cabai rawit yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sampai Tahun 2008 sebanyak 7 varietas, yaitu: 1) Comexio, 2) Meteoximo, 3)
Bayonet, 4) CF 291, 5) Genie, 6) Malita FM, dan 7) Taring. Varietas-varietas tersebut merupakan varietas yang dianjurkan untuk dibudidayakan. Varietas unggul bermutu pada cabai rawit merupakan hasil pemuliaan dalam negeri atau jenis introduksi yang telah dilepas.



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
Standar Operasional Prosedur
Penyediaan Benih
Nomor
SOP Cabai Rawit I
Tanggal Dibuat
.., .............................
Halaman 4-8
Revisi ke ... Tgl. ......
I. PENYEDIAAN BENIH
A. Definisi :
Penyediaan benih merupakan rangkaian kegiatan menyediakan benih cabai rawit bermutu dari varietas yang dianjurkan dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang tepat.
B. Tujuan:
1. Menyediakan benih bermutu yang dianjurkan sesuai dengan kebutuhan dalam jumlah dan waktu yang tepat.
2. Menyediakan benih yang murni secara genetik, sehat, daya tumbuhnya baik dan mempunyai daya adaptasi yang baik di lahan yang akan ditanami
C. Validasi/referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur


D.

1. Benih (200 gr/ha)
2. Tanah/media tanam
3. Pupuk organik
4. Polybag/kantong plastik/baki pesemaian
5. Bambu/kayu
6. Plastik transparan/screen
7. Pestisida
8. Pupuk daun
9. Pisau/gunting 10.Gembor 11.Handsprayer
E. Fungsi Bahan dan Alat
1. Benih digunakan sebagai bahan untuk perbanyakan tanaman
2. Tanah dan atau media lain digunakan sebagai media semai
3. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik tanah (tekstur dan struktur tanah)
4. Polybag, kantong plastik atau baki untuk wadah media semai
5. Bambu/kayu untuk membuat naungan tempat pembenihan
6. Plastik atau kasa digunakan untuk menaungi persemaian
7. Pestisida untuk mengendalikan serangan OPT
8. Pupuk daun untuk menambah unsur hara melalui daun
9. Pisau/gunting untuk melubangi polybag 10.Gembor



F. Prosedur Pelaksanaan
1. Pemilihan benih
a. Gunakan varietas yang dianjurkan, sudah dilepas oleh Menteri Pertanian dan tersedia dipasaran
b. Pilih benih bermutu tinggi (berdaya kecambah diatas 80%, adaptasi baik, mempunyai vigor yang baik, murni, bersih dan sehat)
c. Pilih benih yang sesuai dengan iklim, musim tanam dan
preferensi pasar
d. Gunakan benih yang tidak kadaluarsa
e. Simpan label benih
2. Pesemaian
a. Media tanam
Bila pesemaian dilakukan di bedengan, gunakan media tanam dari campuran pupuk organik, tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1:1 dan sudah steril.
Bila menggunakan polybag ukuran 3 - 5 cm atau plastik rol panjang berdiameter sama, gunakan media yang sama pada pesemaian di bedengan dengan mengisi bagian polybag sampai penuh.

Standar Operasiona/ Prosedur Budidaya Cabai Rawit





b. Pelaksanaan menyemai benih di bedeng persemaian
1) Rendam benih cabai rawit dalam air hangat dan didiamkan selama 12 jam untuk mempercepat perkecambahan
2) Siapkan media tanam 1 minggu sebelum penyemaian
3) Buat bedengan dengan lebar persemaian 1-1,25 m dengan panjang sesuai kebutuhan.
4) Sebarkan secara larikan sepanjang bedengan, jarak antar larikan 3-6 cm, tutup dengan lapisan tanah tipis-tipis
5) Lakukan pengamatan, penyiraman dan pengendalian OPT selama dipesemaian
6) Setelah terbentuk 2-3 helai daun sempurna yaitu ± 14-16 hari setelah semai, pindahkan benih ke dalam polybag
7) Pindahkan bibit ke lahan setelah berumur 20 - 25 hari atau ditandai dengan 5 helai daun sempurna.
8) Lakukan penanaman bibit pada pagi atau sore hari di bedengan yang telah disiapkan.
9) Benih yang disemai di polybag langsung ditanam di lahan setelah memiliki 5 helai daun sempurna dan kondisi bibit seragam.
c. Apabila menggunakan bibit yang berasal dari penyedia jasa pesemaian maka harus memahami standar produk bibit yang bermutu.



3. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.

Gambar 1. Penyiapan bibit cabai rawit
G. Sasaran
1. Digunakannya benih bermutu dari varietas unggul untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik.
2. Digunakannya benih yang mempunyai tingkat kemurnian, daya tumbuh yang tinggi dan sehat (tidak membawa dan atau menularkan OPT} untuk pertanaman seragam dan produktifitas yang tinggi.



Standar Operasional Prosedur
Persiapan Lahan
Nomor
SOP Cabai rawit II
Tanggal Dibuat
................................
Halaman 9 - 13
Revisi ke ... Tgl. ......
II. PERSIAPAN LAHAN
A. Definisi :
Kegiatan persiapan lahan adalah kegiatan mempersiapkan lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman, meliputi kegiatan persiapan/pengolahan lahan, pemupukan dasar dan atau pemasangan mulsa plastik.

Gambar 2. Persiapan lahan
B. Tujuan
Mempersiapkan lahan dengan sebaik-baiknya agar pertumbuhan tanaman optimal.



C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur
D. Alat dan Bahan
1. Bambu/golok/pisau besar
2. Bajak/cangkul/sekop/garpu
3. Mulsa plastik
4. Pelubang mulsa plastik
5. Tali rafia/tambang plastik
6. Pupuk organik
7. Dolomit/zeolit/kapur pertanian
8. Pupuk anorganik (Urea, ZA, SP-18 dan KCI)
9. Gembor
E. Fungsi Bahan dan Alat
1. Bambu/golok/pisau besar, digunakan sebagai bahan dan alat membuat ajir dan pasak penjepit mulsa.
2. Bajak / cangkul / sekop / garpu digunakan sebagai alat dalam proses pengolahan tanah yaitu membersihkan sisa-sisa pera karan tanaman, menggemburkan, menghaluskan/meratakan tanah dan membuat guludan/bedengan.
3. Mulsa plastik untuk mengendalikan gulma, membantu perkembangan akar, mempertahankan suhu dan kelembaban tanah,

mencegah erosi tanah, dan mengurangi penguapan air dan pupuk.

Gambar 3. Persiapan lahan
4. Alat pelubang mulsa berdiarneter 10 cm
5. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik tanah sehingga lebih meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman.
6. Dolomit/kapur pertanian diberikan untuk meningkatkan pH pada tanah masam hingga mendekati pH normal {diberikan 1 bulan sebelum tanam).
7. Pupuk anorganik (Urea, ZA, SP-36, KCI) untuk pupuk tunggal atau pupuk NPK majemuk.
F. Prosedur Pelaksanaan
1. Pemilihan Lahan

a. Pilih lokasi lahan yang sebelumnya tidak ditanami tanaman dari family yang sama (solanaceae) seperti tomat, terong, melon, cabai, tembakau; minimal 1 musim tanam.
b. Dianjurkan memilih lokasi lahan bekas ditanami dari family graminae seperti padi, jagung, tebu atau dari family liliaceae seperti bawang merah, bawang bombay, dll.
2. Pengolahan Lahan
a. Lakukan pembersihan lahan dari sisa tanaman dan gulma.
b. Lakukan penggemburan lahan dengan cara mencangkul sampai kedalaman 25-30 cm, kemudian lakukan perataan permukaan lahan
c. Buat guludan mengikuti arah utara selatan dengan lebar 1,0-1,25 meter, tinggi 30 cm dengan jarak antar bedengan 50 cm dan panjang disesuaikan kondisi lahan
3. Pemberian kapur tanah
Lakukan pemberian kapur dengan kaptan / zeolit / dolomit sebanyak 1,5 ton/ha (disesuaikan dengan rekomendasi spesifik lokasi) yang diberikan bersamaan dengan pengolahan tanah pada lahan bila derajat keasaman (pH) rendah, minimal 3-4 tahun sekali
4. Pemupukan dasar
Pemberian pupuk dasar dalam bentuk pupuk organik yang sudah matang sekitar 2 minggu sebelum tanam. Pupuk anorganik NPK, 7-10




5. Pemasangan mulsa
a. Gunakan mulsa plastik hitam perak dengan lebar 100 - 125 cm, bagian plastik berwarna perak menghadap ke atas dan yang berwarna hitam menghadap ke tanah/bawah.
b. Tarik ujung mulsa, kaitkan pasak penjepit di tepi mulsa agar tidak mudah lepas.
6. Pembuatan Lubang Tanam
a. Setelah mulsa terpasang, lanjutkan pembuatan lubang tanam pada mulsa dengan menggunakan alat pelubang mulsa.
b. Buat lubang tanam menurut sistem zigzag (segi tiga) atau 2 baris berhadapan
c.

7. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.
G. Sasaran
1. Tersedianya lahan dan bedengan untuk tempat tumbuh tanaman secara optimal.
2. Terpasangnya mulsa plastik untuk menutup permukaan bedengan, dengan lubang tanam yang mengikuti jarak tanam sesuai anjuran.



Standar Operasional Prosedur
Penanaman
Nomor
SOP Cabai rawit Ill
Tanggal Dibuat
................................
Halaman 14 - 18
Revisi ke ... Tgl. ------
Ill. PENANAMAN
A. Definisi :
Merupakan kegiatan memindahkan bibit dari persemaian ke lahan atau areal penanaman hingga tanaman berdiri tegak dan tumbuh secara optimal di lapangan.

Garnbar 4. Penanaman cabai rawit
B. Tujuan
Menanam bibit di lahan



C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur
D. Bahan dan Alat
1. Air
2. Bibit
3. Ember dan gayung
E. Fungsi Bahan dan Alat
1. Air digunakan untuk membasahi tanah sehingga kelembaban tanah optimal dan tanaman tidak mengalami kelayuan/ kekeringan.
2. Bibit digunakan sebagai bahan yang akan ditanam di bedengan yang telah disiapkan
3. Ember dan gayung untuk penyiraman
F. Prosedur Pelaksanaan
1. Lakukan penanaman pada pagi atau sore hari agar bibit tidak layu akibat terik cahaya matahari berlebihan.
Periksa bibit yang ditanam dan harus diseleksi terlebih dahulu.
2. Batang tanaman harus tumbuh lurus, perakaran banyak dan pertumbuhannya normal.
3. Tanam bibit dibedengan pada lubang mulsa, sebatas leher akar dan tanah disekitarnya dipadatkan agar bibit berdiri kuat.



4. Lakukan penyiraman setelah penanaman.
5. Catat proses kegiatan penanaman benih ke lapangan.
G. Sasaran
Bibit dari persemaian dapat ditanam di bedengan yang telah disiapkan dengan jarak tanam yang telah ditentukan agar tanaman tumbuh dengan optimal.




Standar Operasional Prosedur
Pengairan
Nomor
SOP Cabai rawit IV
Tanggal Dibuat
................................
Halaman 17 - 19
Revisi ke ... Tgl. ......
IV. PENGAIRAN
A. Definisi
Memberikan air sesuai kebutuhan tanaman di sekitar perakaran dengan air yang memenuhi standar baku mutu pada waktu, cara, dan jumlah yang tepat.
B. Tujuan
Menjamin ketersediaan air bagi tanaman untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan, hanyut, air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi), air aliran permukaan (run-off) dan lainnya, sehingga pertumbuhan dan proses produksinya optimal.
C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur



D. Alat dan bahan
1. Air
2. Pompa air
3. Selang plastik
4. Gayung dan ember
5. Cangkul
E. Fungsi
1. Pompa air digunakan untuk menaikkan air (apabila sumber air lebih rendah dari pertanaman) dengan menggunakan selang.
2. Gayung dan ember untuk menyiram tanaman (apabila jumlah air tidak mencukupi untuk menggenangi parit bedengan).
3. Cangkul untuk membuka dan menutup saluran air.
F. Prosedur pelaksanaan
1. Lakukan penyiraman sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan menyirami pangkal batang tanaman dengan gayung.
2. Lakukan dengan sistem leb sesuai dengan kebutuhan dengan interval 1 minggu di musim kemarau.
3. Pada musim penghujan sistem pembuangan (drainase), atur supaya aliran air berjalan lancar sehingga akar tanaman tidak tergenang air terlalu lama.
4. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.




Terjaminnya ketersediaan air bagi tanaman untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan, hanyut, air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi), air aliran permukaan (run-off) dan lain-lain, sehingga pertumbuhan dan proses produksinya berjalan optimal.
G. Sasaran


II
2009 Direktorat Bud/dava T.,.n,,.--.n .. u .. - - • n·
Standar Operasional Prosedur
Pemupukan
Nomor
SOP Cabai rawit V
Tanggal Dibuat
................................
Halaman 20- 22
Revisi ke ... Tgl. ......
II II
V. PEMUPUKAN
A. Definisi :
Penambahan unsur hara ke dalam tanah apabila kandungan unsur hara dalam tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.
B. Tujuan
Mempertahankan status hara tanah agar memenuhi kebutuhan hara tanaman sehingga dapat menjamin pertumbuhan tanaman secara optimal dan berproduksi dengan mutu yang optimal pula.
C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar S"'."adaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur
D. Bahan dan Alat
1. Pupuk organik
2. Pupuk anorganik (Unsur N, P, K, S)
3. Pupuk pelengkap cair
4. Tugal
5. Ember/gayung



E. Fungsi
1. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki tekstur dan struktur tanah
2. Pupuk anorganik, digunakan sebagai unsur tambahan hara/nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam bentuk pupuk tunggal maupun majemuk
3. Pupuk pelengkap cair digunakan untuk mengatasi kekurangan jumlah unsur hara mikro yang diperlukan tanaman.
4. Tugal untuk membuat lubang pupuk.
5. Ember sebagai tempaUwadah air
F. Prosedur Pelaksanaan
1. Gunakan jumlah pupuk berdasarkan dosis yang telah ditentukan sesuai dengan rekomendasi setempat.
2. Jenis pupuk yang umumnya digunakan adalah Urea, ZA, SP-18, KCI, dan unsur hara mikro.
3. Waktu aplikasi pupuk dilakukan pada umur 15, 28, 42 hari setelah tanam (hibrida) sedangkan nonhibrida dilanjutkan aplikasinya pada umur 60, 80 hari setelah tanam.
4. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.



G. Sasaran
1. Terpenuhinya kebutuhan hara tanaman sehingga dapat menjamin pertumbuhan tanaman secara optimal dan
2. berproduksi dengan mutu yang optimal.




Standar Operasional Prosedur
Pemasangan Ajir
Nomor
SOP Cabai rawit VI
Tanggal Dibuat
................................
Halaman 23 - 25
Revisi ke ... Tgl. ......
VI. PEMASANGAN AJIR
A. Definisi :
Merupakan kegiatan memasang penyanggah/ penopang dekat dengan tanaman cabai.
B. Tujuan
Membantu tanaman tumbuh tegak, mengurangi kerusakan fisik tanaman yang disebabkan beban buah dan tiupan angin, memperbaiki pertumbuhan daun dan tunas, mempermudah pemeliharaan.

Gambar 5. Pemasangan ajir



Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran & Biotarmaka
C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur
D. Bahan dan Alat
1. Bambu/kayu
2. Golok/pisau
3. Tali rafia
E. Fungsi Bahan dan Alat
a. Bambu/kayu digunakan sebagai bahan pembuat ajir
b. Golok/pisau digunakan untuk membuat ajir.
c. Tali rafia digunakan untuk mengikat tanaman pada ajir.
E. Prosedur Pelaksanaan
1. Buat ajir dari bambu/ kayu dengan ukuran 4 x 100 cm.
2. Pasang ajir sesegera mungkin setelah tanam. Tancapkan 10 cm dari tanaman sedalam 15-20 cm dengan posisi miring keluar atau tegak lurus atau diatur sedemikian rupa sehingga dapat menopang tanaman secara kuat.
3. lkat tanaman pada ajir dengan tali rafia setelah tanaman berumur 30-40 hari setelah tanam atau ditandai setelah adanya cabang pertama.
4. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.




G. Sasaran
Terpasangnya ajir untuk menopang pertumbuhan tanaman agar tumbuh tegak.



Standar Operasional Prosedur
Perempelan / wiwil
Nomor
SOP Cabai rawit VII
Tanggal Dibuat
................................
Halaman 26-27
Revisi ke ... Tgl. ......
VII. PEREMPELAN /WIWIL
A. Definisi :
Merupakan kegiatan membuang tunas air dengan membiarkan tunas keempat dan seterusnya.
B. Tujuan
1. Mengatur keseimbangan nutrisi dan asimilat untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
2. Untuk membentuk tajuk tanaman yang ideal sehingga terjadi partisi sinar matahari yang efektif untuk energi fotosintesis.
3. Mempermudah pemeliharaan
C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2.


GJ Standar Operasiona/ Prosedur Budidaya Cabai Rawit


D. Alat
Wadah /ember
E. Fungsi Alat
Wadah / ember digunakan untuk menampung wiwilan
F. Prosedur Pelaksanaan
1. Lakukan perempelan/wiwil pada waktu pagi hari.
2. Lakukan perempelan/wiwil tunas di ketiak daun pada umur 10-12 HST (bibit dari polybag) atau 15-30 HST (bibit cabutan)
3. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.
·G. Sasaran
1. Terbentuk keseimbangan nutrisi dan asimilat untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
2. Terbentuk tajuk tanaman yang ideal sehingga terjadi partisi sinar matahari yang efektif untuk energi fotosintesis.
3. Mempermudah pemeliharaan



Standar Operasional Prosedur
Pengendalian OPT
Nomor
SOP Cabai rawit VIII
Tanggal Dibuat
••••••••••••••••••••••••••••••••
Halaman 28 - 57
Revisi ke ... Tgl. ......
VIII. PENGENDALIAN OPT
A. Definisi :
Kegiatan pengendaliaan OPT dilakukan dengan sistem terpadu untuk menurunkan populasi OPT atau intensitas serangan sehingga tidak merugikan secara ekonomis dan aman bagi lingkungan.
B. Tujuan
1. Untuk menghindari kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil (kuantitas) dan penurunan mutu (kualitas) produk.
2. Menjaga kesehatan tanaman, keamanan produk dan kelestarian lingkungan hidup.
C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur




D. Bahan dan Alat
1. Bahan
a. Pestisida (insektisida, fungisida, herbisida) yang terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian, sesuai dengan Daftar Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan tahun 2008.
b. Pestisida nabati dan agens hayati.
c. Air
d. Minyak tanah
e. Alkohol 70%
f. Kloroks 1%
2. Alat
a. Hand sprayer, power sprayer
b. Ember/drum
c. Pengaduk
d. Takaran (skala cc/ml dan liter)
e. Kuas
f. Pisau
g. Gunting pangkas
h. AlaUsarana pelindung: sarung tangan, masker, topi, sepatu boot, baju lengan panjang.
E. Fungsi Bahan dan Alat
1. Pestisida (pestisida kimiawi, biopestisida, pestisida nabati) untuk mengendalikan OPT dengan menurunkan populasi dan intensitas serangan OPT;



2. Air sebagai bahan pencampur pestisida dan bahan pembersih;
3. Alat aplikator pestisida untuk mengaplikasikan pestisida pada tanaman;
4. Ember untuk mencampur pestisida dan air;
5. Pengaduk untuk mengaduk pestisida dan air;
6. Takaran (gelas ukur) untuk menakar pestisida dan air (skala cc/ml, dan liter);
7. Minyak tanah : untuk membakar sisa-sisa/ bagian tanaman
yang terserang OPT;
8. Deterjen : Untuk mencuci alat aplikator, mengendalikan OPT tertentu dan pencampur bahan pestisida nabati;
9. Alkohol 70%, kloroks 1% (Bayclin) dan lysol. Untuk mensucihamakan (desinfektan) alat-alat pertanian (pisau, gunting pangkas dan gergaji);
10.


GJ Standar Operasional Prosedur Budidaya Cabai Rawit


F.

1. Lakukan pengamatan OPT secara berkala dengan mengambil contoh secara tepat untuk mengetahui jenis OPT, luas dan intensitas serangan.
2. Perkirakan OPT yang perlu diwaspadai dan dikendalikan, apabila mencapai ambang kendali lakukan pengendalian
3. Konsultasikan kepada petugas PHP/POPT atau petugas dinas pertanian setempat.
4. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.
G. Jenis Hama
1. Thrips (Thrips parvispinus Karny)
a. Bioekologi
Serangga dewasa sangat kecil sekitar 1mm, berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai seperti sisir bersisi dua. Hama ini mempunyai banyak inang bersifat kosmopolit tersebar luas di Indonesia. Hama ini berkembang pesat dimusim kemarau karena populasinya lebih tinggi sedangkan pada musim penghujan populasinya berkurang
b. Gejala serangan
Dampak langsung serangan: Hama menyerang tanaman dengan menghisap cairan permukaan bawah daun (terutama daun-daun muda). Serangan



c. Pengendalian
1) Kultur Teknis
• Penggunaan mulsa plastik yang dikombinasikan dengan tanaman perangkap caisin yang ditanam di sekeliling tanaman cabai rawit, karena caisin lebih disukai oleh kutu daun persik daripada tanaman cabaL Cara ini cukup efektif untuk menunda serangan yang biasanya terjadi pada umur 14 HST. Penggunaan mulsa plastik juga dapat mencegah trips mencapai tanah untuk berpupa, sehingga daur hidup thrips menjadi terputus.
• Penaman tumpang sari dengan kubis atau tomat menekan trips,




• Buah Sanitasi dan pemusnahan bagian tanaman yang terserang trips.
2) Fisik Mekanis
Penggunaan perangkap likat warna biru atau putih sebanyak 40 buah per ha atau 2 buah per 500 m2, dan dipasang sejak tanaman berumur 2 minggu. Perangkap likat dapat dibuat dari potongan paralon berdiameter 10 cm dan panjang + 15 cm, kemudian di cat putih atau biru, digantungkan di atas tanaman cabai. Lem yang digunakan berupa lem kayu yang diencerkan atau vaselin, lem dipasang setiap seminggu sekali.
3) Hayati
Pemanfaatan musuh alami yang potensial untuk mengendalikan hama trips, antara lain predator kumbang Coccinellidae, tungau, predator larva Chrysopidae, kepik Anthocoridae dan patogen Entomophthora sp.
4) Kimiawi
Pestisida digunakan apabila populasi trips atau kerusakan tanaman telah mencapai ambang pengendalian (serangan mencapai lebih atau sama



dengan 15% per tanaman contoh) atau cara-cara pengendalian lainnya tidak dapat menekan populasi hama. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida alami antara lain yang berasal dari gadung (Diascorea hispida), nimba, dan tagetes.
2. Tungau Kuning
(Po/yphagotarsonemus latus Banks.)
a. Bioekologi
Hama ini bertungkai 8, berukuran sekitar 0,25 mm, nimfa bertungkai 6, lunak transparan dan berwarna hijau kekuningan. Tungau bersifat polifag dengan inang lebih 57 jenis tanaman. Siklus hidup sekitar 15 hari dengan kemampuan bertelur 40 butir.
b. Gejala Serangan
Hama menghisap cairan tanaman dan menyebabkan kerusakan, sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi abnormal seperti daun menebal dan perubahan warna daun menjadi menjadi tembaga/kecoklatan, terpuntuir, menyusut serta keriting, tunas dan bunga gugur. Pada awal musim kemarau biasanya serangan bersamaan dengan serangan trips dan kutu daun.




c: Pengendalian
1) Kultur Teknis
Sanitasi dengan mengeradikasi bagian tanaman terserang dan memusnahkannya. Pengairan yang cukup mengurangi populasi hama ini.
2) Hayati
Pemanfaatan musuh alami (predator Amblyseius cucumeris), dan cendawan antagonis Beuveria bassiana
3) Kimiawi
Apabila cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat diaplikasikan dengan pestisida efektif yang terdaftar dan diizinkan Mentan, yaitu apabila hasil pengamatan intensitas serangan 15% per tanaman contoh.
3. Lalat Buah (Bactrocera sp)
(Polyphagotarsonemus latus Banks.)
a. Bioekologi
Serangga dewasa mirip lalat rumah berukuran sekitar 0,7 mm dan rentang sayap 13-15 mm. Toraks/dada berwarna jingga, merah kecoklatan dan terdapat 2 garis membujur. Abdomen terdapat 2 garis melintang dan satu garis membujur seolah-olah membentuk huruf T. Seekor betina mampu bertelur 1.200-1.500 butir dengan siklus hidup



sekitar 25 hari. Terbang disela-sela tanaman pada siang atau sore hari.
b. Gejala serangan
Buah cabai rawit yang terserang ditandai dengan adanya lubang titik hitam pada bagian pangkal buah, tempat serangga betina meletakkan telurnya. Jika buah cabai dibelah, didalamnya terdapat larva lalat buah. Larva tersebut membuat saluran di dalam buah dengan memakan daging buah serta menghisap cairan buah dan menyebabkan terjadinya infeksi oleh OPT lain sehingga buah menjadi busuk dan gug1,Jr sebelum larva berubah menjadi pupa. Serangan berat terjadi pada musim hujan, disebabkan oleh bekas tusukan ovipositor serangga betina terkontaminasi oleh bakteri sehingga buah yang terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah.
c. Pengendalian
1) Fisik mekanis
• Tanah dicangkul atau dibajak sehingga kepompong lalat buah yang ada di dalam tanah akan mati terkena sinar matahari
• Mengumpulkan buah yang terserang kemudian
dimusnahkan dengan cara dibakar.


2)

• Penggunaan perangkap dengan atraktan misalnya metil eugenol (ME) atau petrogenol dan minyak selasih dengan dosis 1 ml/perangkap (18 buah/ha). Perangkap dipasang pada ketinggian 2-3 m dari tanah, mulai tanaman berumur 2 minggu sampai akhir panen dan atraktan diganti setiap 2 minggu sekali.
• Pelepasan serangga jantan mandul yang telah diradiasi dilepas ke lapangan dalam jumlah besar sehingga diharapkan dapat mengurangi keberhasilan perkawinan dengan lalat fertil dan akhirnya populasi lalat buah dapat berkurang.
• Pemanfaatan musuh alami yang potensial untuk mengendalikan hama lalat buah, antara lain parasitoid larva dan pupa (Biosteres sp, Opius sp), predator semut, Arachnidae (laba-laba), Staphylinidae (kumbang) dan Dermatera (Cocopet).
3) Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi dilakukan apabila cara-cara pengendalian lainnya tidak dapat




menekan populasi hama, sehingga digunakan pestisida yang efektif sesuai anjuran, terdaftar dan diizinkan Mentan.
4. Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz)
a. Bioekologi
Serangga dewasa bersayap warna hitam, berantena pajang sepanjang tubuhnya dengan ukuran tubuh 2-2,5 mm, berwarna kemerahan, dan serangga tidak bersayap berwarna merah, kuning atau hijau. Berkembang biak secara partenogenesis dengan siklus hidup antara 10-12 hari dan mampu menghasilkan keturunan 50 ekor. Hama ini bersifat polifag dengan inang inang lebih dari 400 jenis tanaman.
b. Gejala serangan
Tanaman yang terserang kutu daun persik menjadi keriput, pertumbuhan tanaman kerdil, warna daun kekuningan, terpuntir, layu dan akhirnya mati. Kutu daun ini merupakan vektor lebih dari 150 strain virus, terutama penyakit virus CMV dan PVY. Ledakan hama biasanya terjadi pada musim kemarau. Hama ini hidupnya berkelompok dan berada di bawah permukaan daun. Menyerang tanaman dengan cara menghisap



cairan daun muda dan bagian pucuk tanaman. Cairan yang dikeluarkan kutu daun ini mengandung madu yang dapat mendorong tumbuhnya cendawan jelaga pada daun sehingga menghambat proses fotosintesis.
c. Pengendalian
1) Kultur teknis
• Melakukan eradikasi gulma dan bagian-bagian tanaman yang terserang, kemudian dibakar
• Tumpangsari cabai rawit dengan bawang daun, dapat menekan serangan hama kutu daun persik karena bawang daun bersifat sebagai pengusir hama ini.
• Penggunaan tanaman perangkap, seperti tanaman caisin yang ditanam di sekeliling tanaman cabai rawit. Jika populasi hama cukup tinggi, dilakukan penyemprotan pestisida pada tanaman perangkap saja (caisin).
2) Fisik mekanis
Penggunaan kain kasa pada bedengan persemaian maupun di sekitar pertanaman



3) Hayati
Musuh alami yang potensial menyerang kutu daun persik di lapangan antara lain parasitoid Aphidius sp, predator kumbang Coccinella transversalis, Menocvhillus sexmaculata, Jarva Microphis lineata, Veranius sp dan patogen Entomopthora sp.
4) Kimiawi
Apabila jumlah kutu daun lebih dari 7 ekor per 10 daun contoh atau kerusakan tanaman lebih dari 15% per tanaman contoh dapat digunakan pestisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Mentan. Aplikasi pestisida nabati pada stadia dini efektif menekan kutudaun. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada senja hari.



5. Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
a. Bioekologi
Ulat mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang ke 4 atau ke 10, hidup berkelompok, ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan. Umur 2 minggu panjang ulat sekitar 5 cm. lnstar yang paling merusak adalah tiga dan empat, menyerang tanaman pada malam hari dan pada siang hari bersembunyi dalam tanah. Seekor ngengat betina dapat meletakkan telur antara 2,000 - 3.000 butir. Hama ini bersifat folifag dan mempunya siklus hidup berkisar 30-60 hari.
b. Gejala serangan
Larva instar 1 dan 2 merusak daun dan buah dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis daun bagian atas dan yang tinggal hanya tulang-tulang daun. Larva instar lanjut merusak tulang daun ditandai dengan gundulnya daun, kadang-kadang larva menyerang buah cabai. Larva biasanya berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok. Gejala serangan pada buah cabai ditandai dengan timbulnya lubang yang tidak beraturan pada permukaan buah. Pada serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat. Umumnya serangan berat terjadi pada saat musim kemarau.



c. Pengendalian
1) Kultur teknis
• Sanitasi lahan dengan cara membersihkan gulma dan sisa tanaman yang dapat menjadi sumber infeksi.
• Pengolahan lahan yang intensif dan saluran air (drainase) yang baik.
• Eradikasi selektif dilakukan terhadap kelompok telur yang ditemukan pada pertanaman terserang.
2) Fisik mekanis
• Pemusnahan kelompok telur, larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang.
• Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40 buah per Ha atau 2 buah per
500 m2. Pemasangan perangkap dilakukan sejak tanaman berumur 2 minggu.
3) Hayati
Pemanfaatan musuh alami patogen SI. NPV (Spodoptera litura-Nuclear



Polyhedrosis Virus), Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana, cendawan cordisep, Nematoda steinerma, predator Sycanus sp, parasitoid Apanteles sp, Telenomus Spodopterae dan Peribeae sp.
4) Kimiawi
Jika intensitas kerusakan daun akibat serangan ulat grayak telah mencapai lebih atau sama dengan 12,5% per tanaman contoh, maka pertanaman cabai disemprot dengan pestisida yang terdaftar dan diizinkan Mentan.
6. Kutu Kebul (Bemisia tabact)
a. Bioekologi
Imago tubuhnya berukuran 1-1,5 mm, berwarna putih, dan sayapnya jernih ditutupi lapisan lilin yang bertepung sehingga kalau terbang terlihat seperti kebul putih. Serangga dewasa berkelompok pada permukaan daun dan yang betina mampu menghasilkan telur sekitar 160 butir. Siklus hidup antara 21,7 - 24,7 hari. Kutu kebul bersifat polifag dengan tanaman inang sekitar 67 famili dan 600 spesies



b. Gejala serangan
Serangan pada daun berupa bercak nekrotik, akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Pada saat populasi tinggi, serangan kutu kebul dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Sekresi yang dikeluarkan oleh kutu Kebul dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam, menyerang berbagai stadia tanaman.
c. Pengendalian
1) Kultur teknis
• Penanaman tanaman penghalang dipinggir lahan (barrier) seperti jagung, orok-orok dan kacang panjang guna mengurangi kutu kebul masuk ke pertanaman dan berfungsi memperbanyak populasi musuh alami,
• Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan ianang virus terutama bukan famili Solanaceae dan Cucurbitae,
• Tumpang sari dengan Caisin dan tagetes untuk mengurangi resiko serangan berat.




2) Fisik/mekanis
• Pemasangan perangkap lekat kuning (40 buah/ha),
• Pemasangan kelambu dipembibitan dan tanaman penghalang di lapangan,
• Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dimusnahkan.
3) Biologi
Pemanfaatan musuh alami : predator yang diketahui efektif terhadap kutu kebul, antara lain Menochi/us sexmaculatus (mampu memangsa larva Bemisia tabaci
•• sebanyak 200 - 400 larva / hari), Coccinella septempunctata, Scymus syriacus, Chrysoper/a carnea, Scrangium parcesetosum, Orius albidipennis, dll. Parasitoid yang diketahui efektif menyerang B. tabaci adalah Encarcia adrianae (15 species), E. tricolor, Eretmocerus corni (4 species), sedangkan jenis patogen yang menyerang B. tabaci, antara lain Bacillus thuringiensis, Paeci/omyces farinorus dan Eretmocerus.
4) Kimiawi
Aplikasi pestsisida efektif yang terdaftar dan diizinkan Mentan,



antara lain berbahan aktif permethrin, amitraz, fenoxycarb, imidacloprid, bifenthrin, deltamethrin, buprofezin, endosulphan dan asefat.
H. Jenis Penyakit
1. Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum)
a. Gejala serangan :
Layu pada pucuk daun kemudian menjalar ke bagian bawah daun sampai seluruh daun menjadi layu dan akhirnya tanaman mati. Jaringan pembuluh batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan. Apabila batang dan akar yang terserang dipotong melintang dan dicelupkan ke dalam air jernih tampak mengeluarkan cairan keruh yang merupakan koloni bakteri. Serangan pada buah menyebabkan warna buah cabai menjadi kekuningan dan busuk. lnfeksi terjadi melalui lentisel dan akan cepat berkembang jika ada Iuka mekanis akibat gigitan hama dan faktor lainnya. Penyakit layu bakteri ini berkembang_sangat cepat pada musim hujan.
b. Pengendalian
1) Melakukan sanitasi dengan mengeradikasi tanaman yang terserang dan sisa-sisa tanaman sakit dicabut dan dimusnahkan.



2) Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang bagi bakteri Ralstonia solanacearum.
3) Memperbaiki aerasi tanah agar tidak terjadi genangan air dan kelembaban yang cukup tinggi, dengan membuat guludan setinggi 40- 50 cm.
4) Penurunan pH tanah dengan pemberian belerang pada areal pertanaman
5) Menanam varietas cabai rawit yang sehat dan tahan penyakit layu bakteri
6) Perendaman benih selama 6 jam dalam larutan mikroba antagonis Pf (Pseudomonas fluorescens) dengan dosis 20 ml/I air, dan memanfaatkan Trichoderma spp dan Gliocladium spp yang mempunyai mekanisme pengendalian melalui hiperparasit, antibiosis dan lisis serta melalui persaingan. Aplikasi pada kantong persemaian sebanyak 5 grm per kantong, diaplikasikan 3 hari sebelum benih ditanam atau bersamaan dengan penanaman benih.
7) Apabila cara-cara pengendalian lainnya tidak dapat menekan serangan penyakit ini dapat digunakan fungisida yang efektif dan sesuai anjuran yang terdaftar dan diizinkan Mentan.


2009 Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka

2. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f. sp)
a. Gejala serangan :
Tanaman menjadi layu mulai dari bagian bawah dan anak tulang daun menjadi menguning. Apabila infeksi berkembang, tanaman menjadi layu dalam waktu 2-3 hari setelah infeksi. Warna jaringan akar dan batang menjadi coklat. Tempat terjadinya Iuka tertutup hifa berwarna putih seperti kapas. Jika serangan terjadi pada saat pertumbuhan sudah maksimum, tanaman masih dapat menghasilkan buah. Bila serangan sudah mencapai batang, buah menjadi kecil dan gugur. Penyebaran penyakit melalui spora yang diterbangkan angin dan air. Tanaman inang lainnya adalah kacang panjang, kubis, ketimun dan kentang. Penyakit ini jarang terjadi pada tanah yang kering atau sistem perairan cukup baik.
b. Pengendalian
1) Sanitasi dengan mengeradikasi tanaman yang terserang kemudian dicabut dan dimusnahkan.
2) Memperbaiki pengairan untuk mencegah terjadinya genangan air



dan kelembaban yang tinggi, dengan membuat guludan setinggi 40-50 cm.
3) Menggunakan benih yang sehat
4) Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang dan memusnahkan gulma Cyperus sebagai inang "perfect stage" dari cendawan.
5) Memanfaatkan agens hayati Trichoderma spp dan Gliocladium spp yang dicampur dengan pupuk organik sebagai pupuk dasar.
6) Apabila cara lain tidak dapat menekan serangan penyakit ini dapat digunakan fungisida efektif sesuai anjuran yang terdaftar dan diizinkan Mentan.
3. Penyakit busuk buah antraknosa (Colletotrichum capsici, C.
g/oeosporioides dan Gloeosporium piperatum)
a. Gejala serangan :
Serangan awal, cendawan membentuk bercak coklat kehitaman pada permukaan buah, kemudian menjadi busuk lunak. Bagian tengah buah tampak bercak kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok seta dan konidium. Serangan berat menyebabkan seluruh buah keriput dan mengering. Warna kulit buah menyerupai jerami



padi. Dalam kondisi cuaca panas dan lembab dapat mempercepat perkembangan penyakit.
b. Pengendalian
1) Penggunaan benih sehat, di rendam selama 6 jam dalam larutan mikroba antagonis Pf (Pseudomonas fluorescens) dengan dosis 20 ml/I air, dan memanfaatkan Trichoderma spp dan Gliocladium spp yang diaplikasi pada kantong persemaian sebanyak 5 grm per kantong, diaplikasikan 3 hari sebelum benih ditanam atau bersamaan dengan penanaman benih. Dan perlakuan biji dengan cara merendam b1ji dalam air panas (55° C) selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik golongan Triazole dan Pyrimidin (0.05-0.1%).
2) Sanitasi rumput-rumpuUgulma dan buah cabai rawit yang terserang penyakit busuk buah dikumpulkan kemudian dimusnahkan.
3) Melakukan pergiliran tanam dengan tanaman yang bukan solanaceae
4) Melakukan perbaii<an cirainase tanah
5) Aplikasi fungsida protektif Bion M1/48 WP seminggu sekali mulai saat keluar putik buah, dan apabila gejala serangan penyakit pada buah semakin meluas dapat digunakan fungisida anjuran lain yang efektif terdaftar dan diizinkan mentan.



4. Penyakit bercak daun (Cercospora capsic1)
a. Gejala serangan :
Penyakit bercak daun dapat timbul pada tanaman muda di persemaian, dan cenderung lebih banyak menyerang tanaman tua. Pada musim kemarau dan pada lahan yang mempunyai drainase baik, penyakit layu kurang berkembang. Daun yang terinfeksi dapat berubah menjadi kuning dan gugur ke tanah. Pada daun yang terserang tampak bercak kecil berbentuk bulat dan kering. Bercak tersebut meluas sampai diameter sekitar 0,5 cm. Pusat
• bercak berwarna pucat sampai putih dengan warna tepi lebih tua. Bercak yang tua dapat menyebabkan lubang-lubang. Apabila terdapat banyak bercak, daun cepat menguning dan gugur atau langsung gugur tanpa menguning lebih dahulu. Bercak sering terdapat pada tangkai daun, batang, sedangkan serangan pada buah jarang ditemukan.
b. Pengendalian
1) Sanitasi dengan cara memusnahkan daun atau sisa-sisa tanaman yang terinfeksi
2) Menanam benih yang bebas patogen pada lahan yang tidak terkontaminasi oleh patogen, baik dipersemaian maupun di lapangan



3) Waktu tanam yang tepat adalah musim kemarau dengan irigasi yang baik.
4) Aplikasi fungisida efktif yang dianjurkan terdaftar dan diizinkan Mentan, apabila cara pengendalian lain tidak mampu menekan serangan
5. Penyakit Mosaik
Penyakit tanaman cabai rawit dapat disebabkan oleh satu jenis atau gabungan beberapa jenis virus, antara lain Virus Mosaik Tembakau (Tobacco Mosaic Virus= TMV), Virus Belang Urat Daun (Chilli Veinal Mottle Virus = CVMV), Virus Mosaik Mentimun (Cucumber Mosaic Virus = CMV), Geminivirus (Tomato yellow leaf curl virus = TYLCV), Virus mengkerut kerdil cabai rawit (CVSV), Virus mozaic tomat (ToMV).
a. Gejala serangan :
Tulang-tulang daun menguning atau terjadi jalur kuning sepanjang tulang daun. Daun menjadi belang hijau_muda dan hjau tua, lebih kecil dan sempit dari biasa. Tanaman muda yang terinfeksi pertumbuhan terhambat dan nampak kerdil, serta ukuran buahnya lebih kecil daripada normal.

Standar Operasional Prosedur Budidaya Cabai Rawit



b. Pengendalian
1) Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami di dataran rendah untuk mengurangi infestasi serangan aphid yang berperan sebagai vektor virus,
2) Memasang perangkap likat kuning 40 lembar/ha,
3) Eradikasi tanaman inang jenis terung-terungan untuk mengurangi sumber inokulum, dan tanaman sakit lalu dimusnahkan dengan dibakar,
4) Pengendalian vektor dengan insektisida efektif yang terdaftar dan diizinkan Mentan.
6. Penyakit virus kuning yang disebabkan oleh YLCV
a. Gejala serangan :
Kelompok geminivirus (TYLCV) adalah helai daun mengalami vein clearing, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas. lnfeksi lanjut dari gemInivirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.



b. Pengendalian
1) Pemupukan berimbang yaitu 150-200 kg urea, 450-500 kg ZA, 100-150 kg TSP, 100-150 KCI dan 20-30 ton
pupuk organik/ha.
2) Menggunakan benih yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan dari daerah yang terserang, dan rendam benih selama 6 jam dalam larutan PGPR dengan dosis 20 ml/I air, dilanjutkan 1 minggu sebelum pindah tanam, 20 hst dan 40 hst dengan dosis sama dan volume penyiraman 100 ml/tanaman
3) Melakukan rotasi tanaman dengan tanaman bukan dari famili solanaceae dan cucurbitaceae.
4) Menutup/mengerodong pesemaian sejak benih disebar untuk pencegahan masuknya vektor virus dengan menggunakan kasa/kelambu halus dan tembus sinar matahari (kerapatan 30-50 mesh),
5) Eradikasi tanaman yang sakit dengan mencabut dan dimusnahkan dengan dibakar.
6) Sanitasi lingkungan disekitar pertanaman, termasuk penyiangan gulma dan tanaman liar lainnya yang dapat menjadi inang sementara bagi virus atau inang bagi vektor.



7) Di lapangan untuk menahan masuknya vektor kutu kebul ke dalam petak tanaman, dilakukan penanaman pinggiran lahan dengan 6 baris tanaman jagung 2-3 minggu sebelum tanam cabai rawit dengan jarak tanam rapt 15-20 cm atau tanaman border lain, orok-orok, tagetes, dan kacang panjang.
8) Aplikasi pestisida efektif anjuran yang terdaftar dan diizinkan Mentan.
7. Penyakit Virus kerupuk
a. Gejala serangan :
Pada tanaman muda dimulai dengan daun yang melengkung ke bawah. Pada umur selanjutnya gejala melengkung lebih parah disertai kerutan-kerutan. Daun berwarna hijau pekat mengkilat dan permukaan tidak rata. Pertumbuhan terhambat, ruas jarak antar tangkai daun lebih pendek terutama di bagian pucuk sehingga daun menumpuk dan bergumpal-gumpal berkesan regas seperti kerupuk.
b. Pengendalian
1) Menggunakan benih tanaman yang sehat (tidak meng andung virus)
irektorat Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka

2) Melakukan rotasi tanaman dengan tanaman bukan dari famili solanaceae dan cucurbitaceae.
3) Melakukan sanitasi lingkungan
4) Penggunaan mulsa
5) Eradikasi tanaman sakit pada serangan kurang dari 5%
6) Penggunaan pupuk berimbang
8. Virus Kerdil, Nekrosis, Mosaik Ringan (yang disebabkan oleh TMV atau ToMV)
a. Gejala serangan :
Bervariasi termasuk mosaik, kerdil dan sistemik klorosis, kadang-kadang diikuti dengan nekrotik streak pada batang atau cabang dan diikuti dengan gugur daun.
b. Pengendalian
1) Eradikasi kontaminasi virus pada benih biji dengan pemanasan atau perendaman dalam 10% Na3PO4 selama 1-2 jam.
2) Menggunakan benih tanaman yang sehat mengandung virus)
(tidak
3)


GJ Standar Operasional Prosedur Budidaya Cabai Rawit

Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka 2009

4) Melakukan rotasi tanaman dengan tanaman bukan dari famili solanaceae dan cucurbitaceae.
5) Melakukan sanitasi lingkungan
6) Penggunaan mulsa
7) Eradikasi tanaman sakit pada serangan kurang dari 5%


2009 Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka

Standar Operasional Prosedur
Panen
Nomor
SOP Cabai rawit IX
Tanggal Dibuat
................................
Halaman 58 - 60
Revisi ke ... Tgl. ......
IX. PANEN
A. Definisi :
Kegiatan memetik buah yang telah siap panen yaitu pada saat mencapai kematangan fisiologis sesuai dengan varietas yang digunakan.

Gambar 6. Panen cabai rawit

Gambar 7. Panen cabai rawit



B. Tujuan
Untuk mendapatkan buah dengan tingkat kematangan sesuai permintaan pasar dengan mutu buah yang baik sesuai standar pasar
C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur
D. Bahan dan Alat
1. Keranjang plastik atau kontainer plastic
2. Gudang
E. Fungsi Bahan dan Alat
1. Keranjang plastik atau kontainer plastik digunakan sebagai wadah hasil panen.
2. Gudang digunakan sebagai tempat menyimpan buah.
F. Prosedur Pelaksanaan
1. Hentikan penyemprotan pestisida 2 minggu sebelum panen.
2. Lakukan panen pada umur 70-90 HST (hibrida), 100-110 HST (nonhibrida), atau dengan tingkat kemasakan telah mencapai + 80% dengan interval 3-7 hari
3. Cara panen dengan memetik dan menyertakan tangkai buahnya.
4. Tempatkan hasil panen di keranjang atau ember dan bawa ke tempat penampungan sementara
5. Lakukan sortasi buah yang terserang OPT kemudian musnahkan.
6. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.


G.

Mendapatkan buah dengan tingkat kematangan sesuai preferensi pasar dengan mutu buah yang sesuai dengan standar.



Standar Operasional Prosedur
Pasca Panen
Nomor
SOP Cabai rawit X
Tanggal Dibuat
••••••••••••••••••••••••••••••••
Halaman 61 - 62
Revisi ke ... Tgl. ......
X. PASCA PANEN
A. Definisi :
Kegiatan pengelolaan buah setelah dipanen hingga siap didistribusikan ke konsumen
8. Tujuan
Menjamin kesegaran, keseragaman ukuran dan mutu buah sesuai dengan permintaan pasar
C. Validasi/Referensi
1. Jenis & Budidaya Cabai Rawit (Setiadi, Penebar Swadaya, 2002)
2. Pengalaman petani cabai rawit Provinsi Jawa Timur
D. Alat
1. Kotak karton, kotak kayu, karung plastik waring
2. Kertas koran
E. Fungsi Alat
1. Kotak karton, kotak kayu, karung plastik waring digunakan untuk wadah hasil panen
2. Kertas Koran digunakan sebagai alas


2009 Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka

F. Prosedur pelaksanaan
1. Lakukan sortasi $esuai dengan kriteria yang dikehendaki pasar.
2. Keringanginkan hasil buah Ul)tuk mencegah pembusukan.
3. Lakukan penyimpanan dengan menempatkan produk dalam ruangan yang sirkulasi udara yang baik.
4. Lakukan pengemasan sesuai permintaan/ tujuan pasar. Gunakan kemasan yang memiliki daya lindung yang tinggi terhadap kerusakan, aman dan ekonomis.
5. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.

Gambar 7. Cabai rawit yang telah dipanen
G. Sasaran
Terjaminnya kesegaran, keseragaman ukuran dan mutu buah sesuai dengan permintaan pasar


Social Plugin